BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian filsafat
Rasa kengintahuan yang dalam manusia akan segala hal adalah cikal-bakal munculnya pengetahuan. Baik pengetahuan ilmiah yang diperoleh melalui sebuah metode dan sistem tertentu, maupun pengetahuan filsafat yang merupakan pengetahuan yang didapat melalui perenungan yang dalam dan kengintahuan sampai pada hakikatnya. Menurut Harry Haresma, filsafat itu datang sebelum dan sesudah ilmu. Jadi pengertian filsafat menurut Harry Haresma adalah ilmu pengetahuan yang metodologis, sistematis dan saling berhubungan dengan seluruh kenyataan dan kemudian menjadi petunjuk arah kegiatan manusia dalam segala bidang kehidupannya. Sebagai contoh adalah pertanyaan yang pernah disampaikan oleh Thales, Anaximander dan Anaximendes tahun 600 SM, sampai saat ini tetap menjadi kajian aktual dalam ilmu pengetahuan.
Dalam bahasa lain (Inggris) filsafat disebut juga “philosophy dan philosphia” (latin) yang berasal dari kata philos atau filo yang berarti cinta dan sophia yang artinya kebijaksanaan, yang bila diartikan cinta akan kebijaksanaan. Namun sesungguhnya kata filsafat itu sendiri berasal dari bahasa Arab “falsafah” . Tiga sifat pokok yang terdapat dalam filsafat adalah 1) menyeluruh, 2) mendasar dan 3) spekulatif. Ketiga sifat pokok filsafat ini berarti filsafat tidak berpikir sempit tetapi melihat dari setiap sisi yang ada, berisikan pertanyaan-pertanyaan diluar dari jangkauan ilmu biasa dan dalam melangkah tidak sembarangan, namun harus memiliki dasar-dasar yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
B. Pembidangan filsafat dan letak filsafat hukum
Bidang filsafat sangat luas dan cenderung bertambah D. Runes dalam buku ”The Dictionary of Phylosophy (1963) membagi filsafat dalam tiga cabang utama yaitu : 1) Ontologi, yaitu ilmu filsafat yang menyelidiki tentang keberadaan sesuatu, 2) Epistemologi, yaitu ilmu yang menyelidiki akan asal-usul, susunan dan validitas pengetahuan dan 3) Aksiologi, yaitu ilmu yang menyelidiki hakikat, nilai, kriteria dan kedudukan metafisi suatu nilai. Pembagian lebih rinci diberikan oleh Louis S. Kattsoff (1987:71-84) yang membagi filsafat dalam tiga belas bidang, yaitu :
1. logika, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang tata cara penarikan kesimpulan yang benar;
2. metodologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan teknik-teknik penelitian;
3. metafisika, yaitu cabang filsafat yang membicarakan hakikat segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada;
4. ontologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang asas-asar rasional dari kenyataan;
5. kosmologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang bagaimanakah keadaannya sehingga ada asas-asas rasional dari kenyataan
6. epistemologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan;
7. biologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat hidup;
8. psikologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang tentang jiwa;
9. antropologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat manusia;
10. sosiologi kemanusiaan, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat masyarakat dan negara;
11. etika, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang apa yang baik dan buruk dari perilaku manusia;
12. estetika, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang keindahan; dan
13. filsafat agama, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat keagamaan.
Dari pembagian-pembagian filsafat tersebut diatas, dapat dikatakan
bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat yang disebut etika atau filsafat tingkah laku.
C. Pengertian filsafat hukum
Filsafat hukum adalah cabang dari filsafat yaitu filsafat etika atau tingkah laku yang mempelajari hakikat hukum. Filsafat hukum memiliki objek yaitu hukum yang dibahas dan dikaji secara mendalam sampai pada inti atau hakikatnya. Pertanyaan yang mungkin tidak dapat dijawab oleh cabang ilmu hukum lainnya merupakan tugas dari filsafat hukum untuk menemukannya. Bila ingin menarik pengertian filsafat hukum, maka harus terlebih dahulu mempelajari akan hukum itu sendiri. Seperti pertanyaan, apakah hukum itu juga merupakan tugas dari filsafat hukum, karena sampai saat ini belum ditemukan definisi dari hukum itu secara universal, karena pendapat para ahli hukum berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang mereka sendiri. Ahli hukum J. Van Kan (1983:13) memberikan pendapat defisi hukum adalah sebagai keseluruhan ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat. Dan Hans Kelsen mengatakan definisi hukum adalah norma-norma yang mengatur bagaimana seseorang harus berperilaku. Sedangkan Soerjono Soekanto (1984:2-4) berpendapat sembilan arti hukum adalah : 1) sebagai ilmu pengetahuan, 2) sebagai disiplin, 3) sebagai norma, 4) sebagai tata hukum, 5) sebagai petugas, 6) sebagai keputusan penguasa, 7) sebagai proses pemerintahan, 8) sebagai sikap, atau perikelakuan yang teratur, dan 9) sebagai jalinan nilai-nilai.
D. Manfaat mempelajari filsafat
Manfaat mempelajari filsafat hukum tidak terlepas dari tiga sifat dasar filsafat itu sendiri. Pertama adalah siapapun yang mempelajari filsafat hukum diajak berpikir luas dan terbuka dengan lebih menghargai pemikiran dan pendapat orang lain dan tidak bersikap arogan dengan menganggap disiplin ilmu lainnya lebih rendah (sifat mendasar). Kedua adalah berpikir inovatif untuk kemudian dikembangkan kearah yang dicita-citakan bersama, dan ketika adalah berpikir kritis dan radikal serta memahami hukum tidak dalam arti hukum positif saja, namun dapat menganalisa suatu masalah hukum.
F. Ilmu-ilmu lain yang berobjek hukum
Filsafat hukum tidak dapat lepas dari kerikatan dengan bidang-bidang ilmu lain yang berobjek hukum. Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto (1989:9) membagi bidang-bidang ilmu yang berobjek hukum sebagai berikut :
Politik hukum mencakup kegiatan-kegiatan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai dan acapkali berbicara tentang hukum yang akan datang atau yang dicita-citakan (ius contitendeum) dan berusaha menjadikannya sebagai hukum positif (ius contstitutum) dimasa yang akan datang. Ilmu tentang norma adalah ilmu yang antara lain mengatur tentang perumusan norma hukum, esensilia norma hukum tugas dan kegunaan norma hukum. Ilmu tentang pengertian hukum adalah ilmu yang antara lain membahas apa yang dimaksud dengan masyarakat hukum, subjek dan objek hukum, hak dan kewajiban serta peristiwa hukum. Dan ilmu tentang kenyataan hukum adalah adalah ilmu yang mempelajari sosiologi hukum, sejarah hukum, psikologi hukum, perbandingan hukum dan antropologi hukum.
Menurut Arief Sidharta (2000:116-137) struktur hukum terdiri dari tiga kelompok disiplin , yaitu : 1) filsafat hukum, 2) teori ilmu hukum dan 3) ilmu-ilmu hukum. Dari ketiga displin limu hukum itu, filsafat hukum merupakan ilmu yang paling abstrak dan ilmu-ilmu hukum adalah ilmu yang paling konkrit.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa struktur dan sistematika ilmu yang berobjek hukum masih dan akan terus berkembang.
BAB II
SEJARAH FILSAFAT TIMUR DAN BARAT
A. Sejarah filsafat Timur
Sejarah filsafat timur terdiri dari filsafat India, Cina dan filsafat Islam.Hal ini disebabkan filsafat-filsafat tersebut merupakan filsafat tertua yang ada dibagian timur dunia.
1) Filsafat India
Gerak pemikiran filsafat India dimulai sejak zaman weda yang menjadikan alam semesta sebagi objek utama. Seagian besar filsafat ini bersifat mistis dan instuitif, yang menurut Radhakrisnan dan Moore terdapat tujuh ciri utama, yaitu : 1) bermotifkan spiritual, 2) bersikap instropektif dan pendekatan instropeksi terhadap realitas, 3) ada hubungan antara hidup dan filsafat 4) bersiap idealis, 5) berdasarkan intuisi dalam menyingkap kebenaran, 6) penerimaan terhadap otoritas, dan 7) adanya tendensi untuk mendekati berbagai asapek pengalaman dan realitas dengan pendekatan sintetis.
Sejarah filsafat India dibedakan dalam lima periode, yaitu : 1) zaman weda (200-600 SM), 2) zaman skeptisme (600 SM-300M), 3) zaman puranis (300-1200), 4) zaman muslim (1200-1757) dan zaman modern (setelah 1757).
2. Filsafat Cina
Filsafat cina lebih merupakan pandangan hidup daripada ilmu, sama seperti filsafat India. Filsuf yang terkenal pada masa itu diantaranya Konfusius dan Lao Tse. Ajaran Konfusius yang terkenal adalah Tao yangberarti sebagai jalan atau kebenaran yang digunakan untuk meningkatkan taraf jiwa manusia.
Dan menurut Konfusius negara yang baik adalah negara yang melayani rakyat, bukan sebaliknya. Lao Tse mengajarkan Taoisme yang sedikit berbeda dengan ajaran Konfusius. Menurut Lao Tse Tao adalah prinsip kenyataan objektif, substasi abadi tunggal, mutlak dan tidak ternamai.
Menurut sejarahnya filsafat Cina dibagi dalam empat periode yaitu : 1) zaman Klasik, 2) zaman Neotaoisme dan Buddhisme,3) zaman Neo Konfusiusme dan 4) zaman modern. Dan menurut Hamersma (1990:31-35) ada tiga sejarah yang dipentingkan dalam filsafat Cina, yaitu : harmoni, toleransi dan perikemanusiaan. Harmoni antara sesama manusia, manusia dengan alam, serta harmoni manusia dengan surga.
3. Filsafat Islam
Para filsuf Islam banyak dipengaruhi oleh para filsuf Yunani seperti Aristoteles. Filsafat Islam berpengaruh besar di daerah jajaran pasukan muslim dan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Secara umum filsafat Islam dibagi dalam dua wilayah yakni kawasan Masyiriqi (Timur) dan kawasan Magribhi (Barat). Filsuf yang terkenal dari kawasan Masyiriqi Al-Kindi yang merupakan filsuf yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat dalah pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas kemampuan manusia.
Dikawasan Magribhi terdapat seorang filsuf Ibnu Hajah yang banyak dipengaruhi oleh Phytagoras. Ibnu Hajah mengambil criteria yang dibuat oleh Phytagoras dengan membagi manusia dalam dua golongan, yaitu kaum awam (al-jumhur) dan kaum khawas (an-mudzdzar) atau kaum pilihan yang mempunyai pengetahuan dan menjalani agama dengan dasar pengetahuan sendiri yang kuat.
B. Sejarah filsafat Barat
Sejarah filsafat Barat dibedakan dalam beberapa periode sejarah yang bermula dari zaman Yunani kuno sampai pada abad ke-20. Filsafat barat muncul setelah filsafat timur. Namun filsafat barat lebih berkembang yang tidak hanya berhenti pada filsafat hanya sebagai pandangan hidup, namun juga sebagai ilmu pengetahuan modern. Revolusi ilmu muncul di Eropa pada abad ke-16 dan 17 yang memilah antara filsafat dengan ilmu-ilmu lainnya.
Zaman kuno diawali oleh tokoh Thales yang berpendapat bahwa asal-muasal alam adalah air, sedangkan Anaximenes mengatakan bahwa alam ini berasal dari udara. Persoalan tentang keberadaan alam semesta (kosmosentris) ini adalah pertanyaan yang dipersoalkan pada zaman ini.
Pada masa abad pertengahan suasana mulai bergeser dari kosmosentris ke teosentris. Hal ini berkaitan erat dengan berkembang pesatnya agama Kristen di Eropa, yang bermula pada masa Patristik sampai pada puncaknya di masa Skolastik. Pengaruh agama yang sangat kuat pada abad pertengahan membawa dampak negative pada kebebasan berpikir, sehingga masa ini juga dikenal masa kegelapan. Pada masa ini juga muncul Revolusi Copernicus yang menyadarkan orang banyak sehingga timbul Renesanse yang berarti kelahiran kembali dari kegelapan. Renesanse ini juga yang mengawali zaman modern dimana manusia menjadi subjek (antroposentris).
Pada abad ke -19 dan ke-20, manusia tata sebagai subjek dari realitas namun perhatian utama tidak lagi berpusat pada rasio, empiri, dan ide-ide manusia, melainkan lebih kepada unsur-unsur irasional, yakni kebebasan atau kehendak sebagai penggerak tindakan manusia (Hammersma:1992:141). Filsafat zaman sekarang disebut juga logosentrisme
Sejarah filsafat barat dibedakan dalam periode :
1. zaman kuno yang terdiri dari zaman prasokrates, zaman keemasan Yunani, zaman Helenisme dan zaman patristic.
2. zaman abad pertengahan
3. zaman modern, yang dibagi dalam zaman Renesanse, zaman Barok, zamanFajar Budi, dan zaman Romantik.
4. zaman sekarang, yang dibagi dalam filsafat abad ke-19 dan terdiri dari positivisme, marxisme, dan pragtisme, kemudian filsafat abad ke-20 yang tediri dari neokantianisme, fenomenologi, eksistensialisme dan struktualisme.
C. Perbedaan filsafat timur dan barat
Empat bidang besar yang membedakan antara filsafat timur dan barat yaitu : 1) bidang pemerintahan, 2) sikap terhadap alam, ideal dan cita_cita hidup serta, 3) status persona (Priyono,1993:4-14). Filsafat timur menekankan pada intuisi sedangkan filsafat barat kepada rasio. Dalam hal pandangan terhadap alam, filsafat timur berpendapat bahwa manusia adalah bagian dari alam dan berasal dari zat yang satu dan menekankan unsur harmoni dengan alam. Sedangkan menurut filsafat barat, mengatakan bahwa alam ditaklukkan dengan teknologi untuk kepentingan manusia. Ideal atau cita-cita hidup bagi filsafat timur adalah bagaimana manusia diajarkan untuk hidup bersahaja, namun bagi filsafat barat adalah bagaimana manusia dapat bertindak untuk mencapai hasil yang setinggi mungkin. Dalam status persona, filsafat timur menganggap manusia adalah bagian dari masyarakat dan hak kolektif lebih diutamakan, sebaliknya bagi filsafat barat hak individu lebih dikedepankan.
BAB III
SEJARAH FILSAFAT HUKUM
A. Zaman kuno
Awal kebangkitan filsafat dimulai pada saat filsuf alam lahir (600SM), karena pada masa itu terdapat pemikiran bahwa manusia harus menaati apa yang telah digariskan oleh para dewa. Pada zaman itu Protagoras menyatakan bahwa undang-undang dibentuk oleh rakyat dan pada saat itulah dikenal istilah demokrasi. Teori tentang keadilan ditemukan oleh Aristoteles yang berpendapat bahwa manusia adalah makhluk social (zoon politicon). Dia juga mengatakan bahwa hukum harus ditaati dan hukum alam itu merupakan hukum yang berlaku dimana-mana (lex universal), tidak pernah berubah, tidak pernah lenyap dan berlaku dengan sendirinya (lex naturalis). Hukum alam adalah satu kesatuan yang teratur (kosmos) berkat suatu prinsip jiwa dunia (logos).
B. Zaman abad pertengahan
Tokoh filsafat hukum pada masa ini adalah Thomas Aquinas yang pemikirannya tidak terpengaruh oleh filsuf Yunani,namun lebih dipengaruhi oleh Plato, seperti hubungan antara ide-ide dengan benda-benda duniawi.
Pada masa ini muncul hukum abadi yang berasal dari Tuhan (lex aeterna) yang kemudian dirasakan manusia seperti keadilan.
C. Zaman modern
Cara untuk menyatukan rasio-rasio manusia ditempuh melalui cara perjanjian (konsensus), sehingga dikenal teori perjanjian. Masalah yang muncul akan hubungan antara jiwa dan tubuh berdampak pada pemisahan antara Des Sein dan Des Sollen yang dianut oleh aliran posotivisme. Di Inggris muncul aliran empirisme sebagai akibat pandangan yang mengataka bahwa rasio itu sebagi sesuatu yang kosong. Aliran ini juga berkembang di Perancis. Seperti pendapat Montesqiue yang mengatakan ada hubungan yang erat antara hukum alam dan kondis konkrit suatu bangsa. Undang-undang yang baik adalah undang-undang yang paling cocok dengan bangsa yang bersangkutan. Pendapat ini kemudian dikenal dengan mazhab sejarah. Ajaran yang paling terkenal dari aliran ini adalah pembagian kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif (trias politica). Selain itu juga adan tokoh Jean Rosseau yang mengenalkan teori kontrak social. Ia juga mengatakan bahwa hukum yang tidak adil adalah apabila hukum positif itu bertentangan dengan kepentingan umum. Aliran lain yang ada yaitu aliran idealisme yang didukung oleh Immanuel Kant.
D. Zaman sekarang
Aliran empirisme diteruskan oleh tokoh seperti Hegel dan Karl Marx. Dengan munculnya mazhab sejarah di Jerman oleh Von Savigny yang mengatakan bahwa hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh dengan sendirinya bersama perkembangan masyarakat. Ini berarti bahwa hukum itu tidak berlaku universal karena masing-masing bangsa memiliki hukum yang berbeda-beda dan hukum itu merupakan cerminan jiwa dari bangsa. Aliran Positivisme yang bertentangan dengan mazhab sejarah juga muncul. Aliran ini berpegang pada aliran rasionalisme seperti yang disampaikan oleh Immanuel Kant. Selain itu terdapat aliran utilitarianisme oleh Benjamin Bentham yang tergolong dalam kelompok empirisme. Aliran empirisme Amerika berkembang menjadi aliran pragmatis yang menolak kebenaran melalui rasio semata. Aliran ini juga disebut aliran realism hukum, dimana sumber hukum utama bukan undang-undang melainkan kenyataan-kenyataan sosial dalam masyarakat, yang kemudian menjadi sumber hukum bagi hakim dalam memutuskan suatu perkara dipengadilan.
BAB IV
ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT HUKUM
Munculnya berbagai aliran dalam filsafat hukum merupakan pergulatan pemikiran yang tidak pernah berhenti dalam ilmu hukum. Aliran-aliran filsafat hukum ini masukan yang berguna bagi pengembangan hukum dikemudian hari. Aliran-aliran filsafat hukum tersebut adalah sebagai berikut :
A. Aliran hukum alam
Aliran ini disebut juga aliran hukum kodrat yang muncul karena kegagalan umat manusia mencari keadilan yang absolut, dan aliran terdiri dari aliran irasional yang mengatakan bahwa ukum itu berlaku universal dan abadi yang berasal dari Tuhan, dan rasional yang mengatakab bahwa sumber hukum universal dan abadi berasal dari manusia. Tokoh utama aliran ini antara lain Thomas Aquinas, Grotius dan Immanuel Kant.
B. Aliran positivisme hukum
Menurut aliran ini hukum adalah perintah penguasa (law is a command of the lawgivers, John Austin). Bagian dari aliran ini adalah legisme yang mengatakan bahwa hukum itu identik dengan undang-undang yang dipelopori oleh John Austin dan Hans Kelsen. Teori hukum murni dipelopori oleh Hans Kelsen berpendapat hukum harus dipisahkan dari hukum yang seharusnya , antara das sein dan das solen. Menurutnya yang terpenting adalah “apa hukumnya bukan bagaimana hukum itu”. Selain itu teori dari Hans Kelsen adalah teori jenjang (stufen theory) yang berarti bahwa semakin tinggi (grund norm) norma itu, maka akan semakin abstrak sifatnya dan sebaliknya semakin rendah kedudukan norma, maka akan semakin konkrit norma tersebut. Sistem hukum Indonesia juga dipengaruhi oleh teori ini, yang terlihat jelas dalam Ketetapan MPR No. XX/MPRS/1966 tentang sumber tertib hukum dam Tata urut perundang-undangan di Indonesia.
C. Aliran utilitarianisme
Nama lain aliran ini adalah aliran utilisme yang mengutamakan asas manfaat dari hukum. Jadi hukum yang baik adalah hukum yang memberikan kebahagiaan bagi setiap orang. Tokoh aliran ini antara lain Jeremy Bentham. Jeremy Bentham mengatakan hukum akan memberikan kebahagiaan dan kesusahan, dan tugas hukum adalah untuk memelihara kebaikan dan mencegah kejahatan. Apabila tiap orang telah mencapai kebahagiaannya maka dengan sendirinya kebahagiaan masyarakat akan terwujud.
D. Mazhab sejarah
Aliran ini muncul akibat dari rasionalisme abad ke-18 (hukum alam), semangat revolusi Prancis dan pendapat yang melarang hakim melakukan penafsiran hukum. Tokoh mazhab sejarah antara lain Von Savigny yang mengatakan bahwa hukum muncul karena jiwa bangsa itu sendiri (law is an expression of common consciousness or spirit of people). Ia juga menentang aliran hukum alam yang mengatakan hukum itu berlaku universal, karena setiap bangsa memiliki hukum yang berasal dari jiwa (volkgesit) dari bangsa itu sendiri.
E. Sociological jurisprudence
Aliran ini menggunakan pendekatan hukum kepada masyarakat. Tokoh aliran ini adalah Roscoe Pound yang terkenal dengan isitilah hukum sebagai alat merekayasa masyarakat (law is a tool of social engineering). Untuk memenuhi kebutuhan perannya sebagai alat, Roscoe Pound mengolongkan kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum yaitu : kepentingan umum (public interest), kepentingan masyarakat (social interest) dan kepentingan pribadi (private interest).
F. Realisme hukum
Para penganut aliran realisme berpendapat bahwa hukum adalah hasil dari kekuatan sosial dan sebagai alat control sosial. Ciri – ciri dari realisme hukum menurut Karl N. Liewellyn adalah :
1. Realisme adalah gerakan dari pemikiran dan kerja tentang hukum.
2. Realisme adalah konsepsi hukum yang terus berubah dan alat untuk tujuan - tujuan sosial.
3. Terdapat pemisahan sementara antara hukum yang ada (Das Sein) dan hukum yang seharusnya ada (Das Sollen).
4. Realisme tidak percaya pada ketentuan - ketentuan dan konsepsi hukum sepanjang ketentuan - ketentuan dan konsepsi itu menggambarkan apa yang dilakukan oleh pengadilan dan orang-orang.
5. Realisme menekankan evolusi dalam tiap bagian hukum dengan mengingatkan akibatnya.
Menurut aliran ini, tidak ada hukum yang mengatur satu perkara sampai ada putusan hakim terhadap perkara itu.
Menurut H. L. A Hart Norma - norma hukum di bagi dua yaitu norma primer dan norma sekunder. Norma primer adalah norma yang mengatur kelakuan subject hukum ( apa yang dilarang dan apa yang tidak ) dan norma sekunder adalah norma yang mengatur agar norma primer dapat berlaku dan menampakkan sifat yuridisnya.
H. Freirechtslehre (Hukum Bebas)
Aliran ini adalah penentang aliran positivisme. Dalam aliran hukum bebas ini undang-undang bukan sebagai hal utama dalam penemuan hukum, tetapi sebagai alat bantu untuk mendapatkan solusi yang tepat menurut hukum, dan hakim juga bertugas menciptakan hukum.
BAB V
MASALAH-MASALAH FILSAFAT HUKUM
A. Keadilan
Tujan utama diciptakannya hukum adalah untuk mendapatkan keadilan, kepastian hukum dan juga untuk kemanfaatan. Ada juga pendapat yang mengataka bahwa tujuan utama dari hukum adalah keadilan, seperti yang dikatakan oleh Bismar Siregar (1989:4) :bila untuk menegakkan keadilan saya korbankan kepastian hukum, akan saya korbankan hukum itu.
Pengertian keadilan menurut Ulpianus adalah kehendak yang ajeg dan tetap untuk memberikan kepada masing-masing bagiannya, dan menurut Aristoteles keadilan adalah kebahagiaan yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Thomas Aquinas membagi keadilan menjadi keadilan umum (justitia generalis) dan keadilan khusus. Keadilan umum adalah keadilan yang berdasarkan undang-undang yang harus ditunaikan untuk kepentingan umum. Dan keadilan khusus adalah keadilan yang berdasarkan kesamaan atau proporsionalitas, yang juga terbagi menjadi : keadilan distributif , yaitu keadilan yang secara proporsionalitas diterapkan dalam lapangan public secara umu, keadilan komutatif, yaitu keadilan yang mempersamakn antara prestasi dan kontraprestasi, serta keadilan indikatif, yaitu keadilan dalam hal ganti rugi yang disesuaikan dengan jumlah kerugian seseorang.
B. Hak asasi manusia
Hak asasi manusia adalah hak dasar seseorang yang dibawa sejak lahir, sebagi anugerah Tuhan dan menjadi hak dan kewajiban bagi orang lain.
Masalah hak asasi manusia bermula diInggris pada tahun 1215 dengan lahirnya magna charta yang berisikan pernyataan bahwa hak kaum bangsawan harus dihormati oleh raja Inggris. Kemudian dilanjutkan pada tahun 1776 pada saat terjadi revolusi Amerika yang menuntut untuk merdeka bagi setiap orang (penjajah Inggris) yang menghasilkan virginia bill of rights, dan menegaskan bahwa manusia berhak untuk menikmati hidup, dan kekebasan dalam mencapai kebahagiaan serta terjadinya revolusi Prancis yang meletus pada tahun 1778. Peristiwa-peristiwa ini membawa pengaruh yang besar bagi pengakuan akan hak asasi manusia didunia. Hak asasi dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : 1) hak asasi pribadi (personal rights) seperti hak untuk menyatakan pendapat, memeluk agama, bergerak dan lain-lain, 2) hak asasi ekonomi yaitu hak untuk memiliki sesuatu dan mengalihkannya serta memanfaatkannya, 3) hal asasi sosial dan kebuadayaan (social and cultural rights), seperti hak memilih pendidikan, dan mengembangkan kebudayaan, 4) hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (the rights oflegal quality), dan 5) hakassi untuk mendapatkan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights).
C. Hak milik
Hak milik menurut Black (1990;1324) dikelompokkan sebagai berikut :
1. Hak sempurna (perfect) dan tidak sempurna (imperfect)
2. Hak personam dan hak in rem
3 Hak primer (primary) dan hak secondary (secondary)
4. Hak preventif (preventive) dan hak reparative (reparative)
5. Hak absolute (absolute) dan hak terbatas (qualified)
Pembagian hak-hak seperti ini tidak dikenal dalam system hukum Indonesia, tetapi terdapat dinegara-negara yang menganut sistem hukum common law (anglo saxon).
D. Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat
Konsep hukum sebagai alat yang berfungsi sebagai alat untuk merekayasa masyarakat (law is a tool of social engineering) adalah pemikiran Roscoe Pound yang merupakan pendukung aliran social jurisprudence, dan dalam mengidentifikasi masalah hingga pemecahannya konsep hukum ini terbadi dalam empat bagian (Satjipto Rahardjo, 1986:170-171), yaitu : 1) menganalisa masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, 2) memahami hipotesis-hipotesis yang ada dalam masyarakat, 3) membuat hipotesis-hipotesis dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan, dan 4) mengikuti jalannya perkembangan hukum dan mengukur efek-efeknya. Konsep hukum ini juga merupakan salah satu cara bagi hakim dalam menafsirkan hukum dengan menggali kenyataan-kenyataan sosial dalam masyarakat, yang berguna dalam pengambilan keputusan akan sebuah perkara.
BAB VI
PANCASILA SEBAGAI SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
Dimana ada masyarakat, maka disana ada hukum (ubi societas, ibi ius) yang dikatakan oleh Marcus Tullius Cicero (106-43SM) mengandung arti bahwa pengertian hukum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dan masyarakat dalam arti luas (Negara). Menurut Mochtar Kusumaatmaja, hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan dan kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman. Hukum memerlukan kekuasaan sebagai pelaksana, dan kekuasaan itu sendiri ada batas-batasnya.
A. Sumber hukum
Sumber hukum dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu : 1) sumber formal hukum, 2) sumber material hukum. Sumber formal hukum adalah sumber hukum yang dilihat dari bentuk dan tata cara penyusunannya, dan sumber material hukum adalah yang menentukan isi suatu norma hukum. Pendapat tentang sumber-sumber hukum berbeda-beda berdasarkan sudut pandang masing-masing. Sehubungan dengan hal itu, disamping sumber hukum yang berwujud undang-undang, masih diperlukan sumber hukum lain dan bahkan dibutuhkan sumber dari segala sumber hukum untuk dijadikan alat penilai atau batu ujian terhadap hukum yang berlaku.
B. Sumber dari segala sumber hukum
Sumber dari segala sumber hukum adalah sumber hukum tertingggi yang berbeda-beda pada tiap Negara. Dinegara yang menganut system teokrasi sumber tertib hukum tertinggi adalah ajaran-ajaran Tuhan yang berwujud wahtyu dan tertuang dalam kitab suci. Pada Negara yang menganut system hukum rechtstaat sumber hukum tertinggi adalah kekuasaan dari para penguasa. Hans Kelsen mengatakan bahwa norma hukum yang lebih rendah berlaku atas dasarnorma yang lebih tinggi kedudukannya, dan seterusnya yang pada akhirnya akan berhenti pada suatu norma yang disebut grundnorm. Di Indonesia sumber dari sumber hukum tertinggi adalah kedaulatan rakyat, dan pancasila adalah sumber tertib hukum tertinggi bagi hukum, karena Pancasila dibentuk oleh lembaga Negara yang mewakili seluruh kehendak rakyat Indonesia. Disamping hukum tertulis berupa undang – undang, masih terdapat hukum lain yang tidak tertulis yang harus diakui, yaitu Hukum Adat yang mencerminkan kepribadian bangsa. Untuk menemukan hukum yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia maka hukum – hukum tidak tertulis harus diperhatikan. Menurut ketetapan MPRS No. XX/ MPRS/ 1966, wujud dari sumber dari segala sumber hukum adalah :
1. Proklamasi kemerdekaan 1945
2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
3. UUD 1945
4. Supersemar
C. Tata Urutan Peraturan Perundang – undangan
Berdasarkan MPRS No. XX/ MPRS/ 1966 disebutkan bahwa tata urutan peraturan perundang – undangan adalah sebagai berikut :
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU / Peraturan pemerintah pengganti UU
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan – peraturan pelaksana lainnya seperti
- Peraturan Menteri
- Instruksi Menteri
Teori Stufen Theory dari Hans Kelsen mengatakan bahwa norma yang lebih rendah berdasarkan pada norma yang lebih tinggi, hingga pada norma dasar tertinggi yaitu Grundnorm yang harus diterima sebagai kebenaran tanpa perlu pembuktian lebih lanjut.
D. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
Pancasila adalah dasar Negara Indonesia yang digali dari pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Karena Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, maka semua aturan hukum yang ada di Indonesia harus mencerminkan kesadaran dan keadilan sesuai dengan kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia.
BAB VII
NILAI – NILAI PANCASILA DAN PENERAPANNYA
A. Pengertian Nilai
Nilai adalah sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermamfaat bagi kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Menurut Louis Kattsoff (1987 : 328 - 329) nilai dibedakan dalam dua macam yaitu : 1) nilai intrinsik, yaitu nilai dari sesuatu yang sejak semula sudah bernilai, dan 2) nilai instrumental adalah nilai dari sesuatu karena dapat dipakai untuk mencapai suatu tujuan. Notonagoro membagi nilai dalam 3 macam yaitu : 1) nilai material, 2) nilai vital dan 3) nilai kerohanian. Nilai material apabila suatu benda berguna bagi jasmani manusia, vital jika berguna bagi manusia untuk melakukan aktifitas dan nilai kerohanian bila sesuatu itu berguna bagi rohani manusia.
B. Nilai-nilai Pancasila
Pancasila memiliki nilai objektif dan subjektif. Nilai objektif yang berarti sesuai dengan objeknya, umum dan universal dan nilai subjektif yang berarti keberadaan nilai itu bergantung pada bangsa Indonesia itu sendiri. Nilai Pancasila diuraikan dalam Pembukaan UUD 1945 yang masing-masing memiliki pokok pikiran sendiri-sendiri.
C. Penerapan nilai-nilai Pancasila
Hakikat Pancasila sebagai ideologi adalah nilai-nilai yang terangkum dalam suatu sistem yang lengkap dan utuh, yang memuat nilai fundamental dan mengandung pokok-pokok nilai dasar Ketuhananan, Keadilan, Persatuan Bangsa, Kerakyatan dan Keadilan Sosial. Sebagai sistem filsafat, Pancasila menempatkan diri sebagai subjek yang member penilaian terhadap sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan bangsa, bermasyarakat dan bernegara.
D. Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pembangunan bidang hukum
Pancasila memiliki nilai-nilai abstrak dalam ideologi yang perlu dirumuskan dalam bentuk konkrit yaitu norma hukum dan norma pembangunan. Sebagai norma dapat dilhat dari ketetapan MPR No.11/MPR/1978 yang kemudian diatur dalam ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1978 yang berisikan norma moral yang diperlukan sebagai kode etk warga Negara. Norma yang terkandung dalam UUD 1945 disebut sebagai norma hukum dan sistem hukum kita. Dalam GBHN secara substantif terkandung norma pembangunan bagi kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Norma hukum yang diwujudkan dalam tindakan konkrit disebut dengan perilaku hukum. Menurut Lawrence M. Friedman (2977:115-116) perilaku hukum menyangkut soal pilihan dan berkaitan dengan motif seseorang. Apa yang menjadi motif dan yang mendorong perilaku seseorang dibagi dalam empat kategori yaitu : 1) kepentingan pribadi, 2) kepekaan terhadap sanksi, 3) tanggapan atas pengaruh sosial dan 4) kepatuhan.
BAB VIII
ETIKA PROFESI HUKUM
A. Nilai, Moral dan Etika
Secara etimologis dapat dijelaskan bahwa nilai adalah sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Istilah moral berasal dari bahasa Yunani mos yang berarti watak kebiasaan, dan etika berasal dari bahasa Yunani, ethos atau ta etika yang berarti sama dengan mos. Menurut Franz Magnis-Suseno (1995:14) antara etika dan moral tidak identik walaupun secara etimologis bermakna sama. Ajaran moral adalah ajaran-ajaran, wejangan, khotbah, dan kumpulan peraturan dan ketentuan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak untuk menjadi manusia yang baik. Dan etika adalah filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
B. Kebebasan, tanggung jawab dan suara hati
Etika dan moral senantiasa berhubungan dengan kebebasan dan tanggung jawab. Etika membebani kita dengan kewajiban moral, yang berbeda dengan kewajiban norma hukum, karena kewajiban moral tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk dipaksakan dalam pelaksanaannya. Itulah sebabnya norma moral itu kembali kepada seseorang untuk melaksanakannya atau tidak. Kebebasan dapat dibagi dua, yaitu : 1) kebebasan yang diterima dari orang lain yang disebut kebebasan sosial, dan kebebasan eksistensial yang berarti kemampuan kita untuk menentukan tindakan kita sendiri (Magnis-Suseno, 1991:23-32). Kebebasan sosial dibatasi oleh orang lain berupa pembatasan jasmani (fisik) dan rohani (psikis), dan kebebasan eksitensial berakar dalam kebebasan rohani manusia dalam penguasaan akan batin, pikiran dan kehendaknya. Kebebasan eksistensial bertanggung jawab menyatukan diri dalam pola moralitas yang otonom. Manusia bermoral otonom melakukan kewajibannya bukan karena takut atau merasa tertekan, melainkan karena kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawabnya (Magnis-Suseno,1995:46). Seseorang akan dapat membuat keputusan yang baik bila didukung oleh kebebasan dan tanggung jawab, dan juga suara hati.
C. Fungsi etika
Pandangan Magnis-Suseno (1995:15) tentang fungsi etika yaitu untuk membantu kita mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan. Fungsi etika tidak sama dengan agama, akan tetapi agama memerlukan etika dalam memberikan orientasi bukan sekedar indoktrinasi. Perbedaan etika dengan agama adalah etika dengan pertimbangan nalarnya terbuka bagi setiap orang, sedangkan agama hanya terbuka bagi mereka yang menganut agama itu.
D. Teori-teori etika
Etika berhubungan dengan tindakan baik dan benar. Penilaian baik dan benar ini dibagi dalam dua aliran yaitu: aliran deontologist (kewajiban) dan aliran teologis (etika, tujuan dan manfaat). Menurut Immanuel Kant, baik buruknya suatu tindakan tidak dilhat dari akibatnya, tetapi dari tindakan itu sendiri. Ini berarti bahwa tindakan itu baik apabila sesuai dengan norma. Aliran teologis berpendapat baik buruknya tindakan itu dinilai dari hasilnya. Apabila hasil dari tindakan itu memperoleh lebaih banyak manfaatnya maka tindakan itu dinilai baik. Teori ini dibagi dalam dua bagian yaitu : egoisme yang bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya sendiri, dan utilitarianisme, yang menilai baik buruknya suatu tindakan berdasrkan tujuan dan akibat dari tindakan itu. Kedua teori ini sama-sama berguna dalam hal pengambilan keputusan, dengan masing-masing kelebihan dan kekurangannya.
E. Sistematika etika
Menurut Magnis-Suseno etika sebagai etika deskriptif dibagi menadi etika umum dan khusus. Dalam etika umum dibahas pengertian dan fungsi etika, masalah kebebasan, tanggung jawab dan peranan suara hati. Etika khusus memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri, sebagai bagian dari masyarakat dan sebagai umat manusia pada umumnya.
F. Etika profesi
Profesi adalah konsep yang lebih spesifik dibandingkan dengan pekerjaan, dengan kata lain profesi adalah pekerjaan, sedangkan pekerjaan belum tentu profesi. Menurut Thomas Aquinas (1225-1275) wujud kerja mempunyai tujuan :
1. Dengan bekerja untuk memenuhi apa yang menjadi kebutuhan hidupnya sehari-hari
2. Dengan adanya lapangan pekerjaan, maka pengangguran berkurang yang berdampak pada kurangnya tindak kejahatan
3. Dengan surplus hasil kerjanya, manusia dapat berbuat amal bagi sesamanya
4. Dengan kerja orang dapat mengontrol atau mengendalikan gaya hidupnya.
Tingkat kebutuhan manusia menurut teori hirarki dari Abraham Maslow ada 5 yaitu : 1) Kebutuhan Pfisiologi, 2) rasa aman, 3) afiliasi atau acceptansi, 4) penghargaan dan 5) perwujudan diri.
Semakin tinggi kepuasan yang ingin dicapai maka usaha untuk itupun semakin keras. Syarat – syarat pekerjaan untuk dapat dikatakan menjadi sebuah profesi adalah bercirikan pengetahuan, diabdikan untuk masyarakat, keberhasilan bukan didasarkan kepada keuntungan financial, mempunyai organisasi dan kode etik, serta adanya standar kualifikasi profesi.
G. Etika Profesi Hukum
Sebagian orang menganggap hukum identik dengan keadilan seperti ucapan “Justice Delay, Justice Deny”, “a low which is not just does not seen to be a low”. Namun dapat ditegaskan kembali bahwa hukum tidak semata – mata mengejar keadilan, sebab keadilan tertinggi adalah ketidakadilan yang tertinggi “summun just summa injuria” yang berarti apabila hukum hanya mengejar keadilan maka dikhawatirkan hukum menjadi tidak pasti dan tidak bermamfaat lagi.
Pelanggaran atas etika profesi diatur dalam norma hukum yang berbentuk norma primer yang tidak disertai sangsi. Namun sangsi dapat diberikan oleh organisasi profesi sendiri seperti pemecatan dari keanggotaan, dan apabila telah memasuki wilayah norma hukum maka harus diserahkan kepada Negara.
H. Etika Profesi hukum di Indonesia
Sistim peradilan terpadu (integrated criminal justice system) terdiri dari profesi Polisi, Jaksa, Hakim dan Petugas Lembaga Permasyarakatan. Masing – masing profesi ini mempunyai tugas yang berbeda – beda namun harus terdapat persamaan persepsi, sehingga peradilan dapat berjalan dengan harmonis. Profesi hukum lainnya seperti pengacara/ advocat juga terlibat dalam sistem tersebut, yang berarti bahwa profesi hukum bukan hanya yang terdapat dalam sistem terpadu saja. Dalam sistem peradilan pidana, polisi bertugas sebagai penyidik, jaksa melakukan penuntutan atas apa yang disampaikan oleh polisi kemudian hakim memutuskan perkara tersebut dengan vonis. Peranan pengacara/advokat adalah mendampingi kliennya dalam mengikuti proses hukum untuk melindungi hak-hak kliennya dari kemungkinan penyalah gunaan mulai dari pemeriksaan sampai dengan dipersidangan.
I. Kode etik profesi
Kode etik profesi dikembangkan pada abad ke-5SM, yang bermula dari kode etik kedokteran yang dikenal dengan “sumpah hippokrates” yang kemudian dikembangkan dan diadopsi oleh profesi luhur (officium nobile). Kode etik berfungsi untuk mengatur batasan-batasan tentang apa dan bagaimana seseorang yang merupakan anggota profesi tertentu dalam menjalankan profesinya. Sebaiknya kode etik disusun oleh para penyandang profesi yang bersangkutan dengan dibantu oleh ahli-ahli etika, dan pengawasannya dapat dilakukan oleh pemerintah dan semacam majelis pertimbangan kehormatan profesi.
Read more...